Tempat itu dikenal dengan nama Pasar Ular. Masyarakat banyak menyebutnya “Paul”. Berbagai merek celana maupun baju dari luar negeri maupun lokal tersedia. Soal harganya, juga tergolong murah. Pasar Ular ada dua lokasi, yang pertama di sekitar Kebonbawang dan satu lagi di Plumpang. Dua tempat itu berada di Jakarta Utara Berbagai merek luar negeri mudah ditemui. Pasar Ular kali pertama ada di tahun 1990 di Kebonbawang yang merupakan hasil relokasi Pasar Koja oleh Pemerintah Kota Jakarta Utara. Tidak hanya menjual pakaian, ada juga guci-guci, tas, alat-alat elektronik, dan lainnya. Setelah itu, barulah diikuti Pasar Ular yang berada di Plumpang. Di sini, pakaian melulu. Nama itu tepat disematkan karena pengunjung bisa leluasa memasuki setiap kios yang diinginkan tanpa ada paksaan. Saking ramainya, pengunjung sampai berkelok-kelok seperti ular, makanya disebut Pasar Ular. Sebelum maraknya pusat perbelanjaan, Pasar Ular menjadi tempat yang paling ramai didatangi pengunjung dari Subhan, pedagang di Pasar Ular Prumpang mengatakan, murahnya harga celana dan lainnya karena diperoleh dari kapal. Maksudnya, kata dia, ketika kapal barang singgah di pelabuhan yang membawa pakaian impor, sudah ada oknum yang memerolehnya secara ilegal, sehingga tidak dikenakan pajak dari pemerintah. “Sudah berbeda kondisi dengan dulu. Beberapa tahun setelah dibuka, semua barang dijamin orisinil. Sekarang, antara yang asli dan palsu sudah sulit dibedakan. Tergantung keahlian pembelinya saja,” ujarnya. Untuk membedakan, ujar dia, adalah dari jahitannya atau stempel khusus dari pabrik. Yang asli, jahitannya terlihat sempurna, bahannya halus, dan ada stempel khusus di balik celana atau pakaiannya. Sedangkan yang palsu, sebaliknya. “Tapi, tidak serta merta itu saja. Yang penting, jeli,” ujarnya. Ia menyesalkan banyaknya pedagang yang menjual barang palsu. Akibat yang terjadi, banyak pengunjung akhirnya enggan untuk datang kembali karena merasa ditipu kualitasnya. Padahal, tidak semua barang adalah palsu. Banyak juga yang menjual asli. Untuk mengatasi masalah ini, akhirnya sesama pedagang saling bersaing dan berupaya merebut pelanggan. Tidak hanya itu, pengunjung biasanya sudah berlangganan. Dulu, kata dia, pengunjung bisa dengan leluasa memutar-mutar ke setiap kios untuk mencari seleranya sendiri-sendiri. “Kalau sekarang, pembeli datang langsung ke tempat langganan yang dipercaya, sesudah itu langsung pergi lagi. Jadi kalau ada pedagang yang mengeluh sepi, karena tidak bisa lagi dipercaya,” ujarnya. Hal sama juga dikemukakan Yuni, pedagang celana, sepatu dan baju di Pasar Ular Kebonbawang. Ia mengatakan, keaslian barang dagangannya terjamin. Ia bahkan berani bertaruh jika ada pengunjung yang komplain. Ia tidak ingin mengecewakan pelanggan akibat dagangannya palsu.
Jenis celana berbagai merek luar dan dalam negeri terhampar di petak-petak kios-kios. Banyak orang yang sibuk memilah satu persatu. Transaksi tawar menawar terdengar riuh. Jika baru kali pertama ke tempat itu, pengunjung akan dibuat kaget dengan murahnya barang yang dijajakan.